SANTI.MEDIAJABAR.COM – Siapa yang tidak mengenal kitab Jalalain karangan dua orang ulama besar dari guru-murid, yaitu Jalaluddin Al-Mahali (wafat 864 H/1460 M) dan Jalaluddin As-Sayuthi (wafat 911 H/ 1505 M)
Tafsir Jalalain merupakan kitab fenomenal dalam perjalanan sejarah keilmuan Islam, khususnya dalam bidang Ilmu tafsir, tafsir ini diakui oleh para ulama sebagai tafsir yang memberikan banyak manfaat dan keistimewaan.
Beberapa dekade lalu, di Tasikmalaya tepatnya kampung Pasantren hiduplah seorang ulama sepuh yang khatam dan ahli Tafsir Jalalain, jika hafal seluruh isi kitab tafsir maka tentu Al-Qur’an pun sudah diluar kepalanya.
Mbah Irman atau dijuluki Mbah Jalalen karena hafal Tafsir Jalalain diluar kepala, banyak santri yang berguru kepada beliau, anak keturunannya masih ada dan sejumlah peninggalannya masih kokoh berdiri. Hingga saat ini meski telah tiada, tetapi masih banyak peziarah yang datang ke makomnya.
Berdasarkan sumber dari keturunannya, Mbah Jalalen hidup dikisaran awal abad ke-19 meskipun belum diketahui secara empiris kapan tepatnya beliau lahir, masyarakat dan keturunannya juga mempercayai bahwa Mbah Jalalen masih memiliki ikatan kekerabatan dengan Syekh Abdul Muhyi di Pamijahan Tasikmalaya dan Syekh Ali Murtado di Sukapancar Tasikmalaya.
Diketahui Mbah Jalalen di kampung pasantren memiliki salah satu anak yang bernama Eyang KH. Na’im dalam perkembangannya memiliki keturunan yang bernama Eyang KH. Komaruddin yang dikenal dimasyarakat dengan sebutan Aang, Aang ini yang meneruskan perjuangan mensyiarkan dakwah islam dengan membuat pesantren Al-Mujahidin, dan pesantren Al- Muhajidin ini yang melahirkan santri-santri yang saat ini menjadi ulama dan berkembang di Tasikmalaya wilayah utara.
Diberi nama pesantren Al-Mujahidin, selain karna alasan untuk meneruskan perjuangan yang dilakukan oleh Mbah Jalalen juga karena pada saat itu Eyang KH. Komarudin yang merupakan cucu dari Mbah Jalalen sedang berjihad merebutkan kemerdekaan dan memiliki kontribusi besar dengan terlibatnya di dalam momentum Bandung Lautan Api dan lain sebagainya, para santri dan kyai pun terpanggil untuk bersama-sama ikut andil dalam merebutkan kemerdekaan. Tercetuslah nama pesantren yaitu Al-Mujahidin dengan arti bahwa mujahid-mujahid yang berjuang didalam masa penjajahan Jepang khususnya di desa Pagerageung yang dibawah pimpinan Eyang KH. Komarudin.
Sejak saat itu juga kemudian tempat dimana pesanten Al-Mujahidin dibangun dan tempat dimana Mbah Jalalen dimakamkan disebut oleh masyarakat sebagai kampung Pasantren dan tercatat didalam catatan kabupaten Tasikmalaya sebagai kampung Pasantren, desa Pagerageung, kecamatan Pagerageung, kabupaten Tasikmalaya.
[kompasiana.com]
Discussion about this post